Cara Berkomunikasi Tepat Guna di Keluarga

Stephen Covey - penulis buku "Seven Habits" (Tujuh Kebiasaan)- pernah menghadapi masalah dengan anaknya yang sering menghabiskan waktu di depan televisi. Dalam menghadapi kebiasaan tersebut ia berpikir tak akan efektif bila secara langsung membatasi anaknya untuk menonton televisi."Saya tahu pasti apa yang akan terjadi bila saya membatasi mereka: mereka akan berteriak tidak puas, menggerutu, atau bahkan ekspresi penutupan diri yang buruk ".


Lalu bagaimana solusinya? Covey mengajak mereka untuk berkumpul dan mendiskusikan banyak hal tentang televisi. Setelah semuanya paham tentang apa dan bagaimana televisi tersebut, ia kemudian memberi penekanan terhadap dampak buruk bila terlalu banyak nonton. Ia pun mengutip sebuah penyataan dari Alexander Pope tentang kemaksiatan : dikatakannya bahwa
kemaksiatan adalah monster yang sangat mengerikan, untuk dibenci bukan untuk
dilihat. Namun bila kita terlalu sering melihatnya, kenal dengan wajahnya, sikap kita yang tadinya tegar, dapat berubah menjadi iba, kasihan, kemudian memeluknya. Dalam keadaan akrab inilah monster tersebut dapat menyerang dan membinasakan kita.
Pada akhirnya, Stephen Covey mengungkapkan bahwa usahanya tersebut berhasil membuahkan suatu keputusan bahwa semua anggota keluarga akan membatasi diri dalam menonton televisi; hanya satu jam setiap hari. Semua senang dan tidak ada yang melanggar, karena telah menjadi keputusan bersama.
Ilustrasi di atas memberi gambaran kepada kita bahwa komunikasi yang tepat guna dan tepat sasaran adalah satu hal penting dalam keluarga. Tentu sangat masuk akal, karena hampir 80 % waktu kita digunakan untuk berkomunikasi. Baik tidaknya sebuah keluarga, sangat dipengaruhi baik tidaknya komunikasi yang ada di dalamnya.
Komunikasi tidak terbatas "hanya" pada penyampaian pesan dari satu pihak kepada pihak
lain saja. Ada hal mendasar yang harus ada agar komunikasi berjalan lancar, yaitu kepercayaan.
Sebaik apapun materi komunikasi, bila tidak dilandasi kepercayaan, maka komunikasi akan menjadi sulit dan tidak efektif. Kunci komunikasi adalah kepercayaan, dan kunci kepercayaan adalah layak dipercaya. Nah, di sini integritas diri memainkan peranan penting.
Integritas adalah fondasi utama untuk membangun komunikasi yang efektif. Integritas diri menggambarkan kesesuaian antara kelakuan dengan apa yang dikatakan. Di dalamnya terkandung pula unsur kejujuran.
Mmasalah komunikasi di keluarga, tak lepas dari peran orangtua yang sangat dominan. Kualitas komunikasi anak sangat dipengaruhi oleh sejauh mana orangtua berkomunikasi kepadanya.
Komunikasi akan sukses apabila orangtua memiliki kredibilitas di mata anaknya. Begitu pula komunikasi suami istri akan efektif bila keduanya telah saling percaya.
Bagaimana caranya agar komunikasi di keluarga bisa efektif? Ada lima hal yang harus
diperhatikan, yaitu:


1. Respek
Komunikasi harus diawali dengan sikap saling menghargai (respectfull attitude). Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa (timbal balik) dari si lawan diskusi. Orangtua akan sukses berkomunikasi dengan anak bila ia melakukannya dengan penuh respek. Bila ini dilakukan maka anak pun akan melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan orangtua atau orang di sekitanya.


2. Empati
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang lain.
Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk mengerti keinginannya, tapi ia akan
berusaha memahami anak atau pasangannya terlebih dulu. Ia akan membuka dialog dengan mereka, mendengar keluhan dan harapannya. Mendengarkan di sini tidak hanya melibatkan
indra saja, tapi melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti ini dapat memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam keluarga.


3. Audibel
Audibel berarti "dapat didengarkan" atau bisa dimengerti dengan baik. Sebuah pesan harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh si penerima pesan. Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang sopan, atau cara menunjuk, termasuk ke dalam komunikasi yang audibel ini.


4. Jelas
Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak pemahaman, selain harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi
dengan anak, orangtua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanya. Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka pahami (melihat tingkatan usia).

5. Tepat
Dalam membahas suatu masalah hendaknya proporsi yang diberikan tepat baik waktunya, tema maupun sasarannya. Waktu yang tepat untuk membicarakan masalah anak misalnya pada waktu makan malam. Pada waktu sarapan pagi, karena ketergesaan maka yang dibicarakan umumnya masalah yang ringan saja.


6 . Rendah Hati
Sikap rendah hati dapat diungkapkan melalui perlakuan yang ramah, saling menghargai, tidak memandang diri sendiri lebih unggul ataupun lebih tahu, lemah lembut, sopan, dan penuh pengendalian diri. Dengan sikap rendah hati ini maka laaawaaan diskusi kita memjadi lebih terbuka, sehingga banyak hal yang dapat diungkapkan dari diskusi tersebut.

Back to home

 

Kirim naskah,file ,kritik saran dan info lainnya  mail ke:  eddysriyanto@yahoo.com